KABARBAHRI.CO.ID | Tangerang – Republik ini tak dibangun oleh ketakutan, dan tak seharusnya tunduk pada kekuasaan jalanan yang berlindung di balik kedok hukum. Ketika hukum coba dikooptasi oleh kekerasan, maka negara harus menjawabnya dengan tindakan, bukan sekadar seruan. Penangkapan sekelompok pelaku premanisme berkedok debt collector oleh Tim Reserse Mobile (Resmob) Polresta Tangerang, Jumat (12/9/2025), menjadi pernyataan nyata bahwa supremasi hukum masih menjadi mercusuar negeri ini.

Scroll Untuk Lanjut Membaca
Premanisme Bermantel Legalitas: Mata Elang Digulung, LSM Pelopor Soroti Ketegasan Polresta Tangerang Sebagai Pilar Keadilan

Sosok-sosok yang dikenal publik dengan sebutan Mata Elang atau disingkat MATEL, julukan bagi kelompok yang kerap melakukan penarikan kendaraan secara paksa di jalanan, akhirnya digelandang ke Mapolresta Kabupaten Tangerang. Penindakan ini menjawab kegelisahan masyarakat yang selama ini hidup dalam tekanan dan teror di ruang-ruang publik yang seharusnya bebas dari intimidasi.

Namun ini bukan sekadar soal video viral. Ini adalah cermin dari satu krisis yang lebih dalam, ketika aparat ditantang oleh kekuasaan informal yang mencoba menggantikan hukum dengan ketakutan. Dan Polresta Tangerang menjawabnya dengan bahasa paling jelas yang bisa dipahami oleh para pelanggar: penindakan tegas tanpa kompromi.

Sekretaris Jenderal DPP LSM Pelopor Indonesia, Zuliar/Heru, menyampaikan apresiasi tinggi terhadap langkah cepat dan tegas yang diambil aparat.

Kami mengucapkan penghormatan sebesar-besarnya kepada Polri, khususnya kepada Tim Resmob Polresta Tangerang. Di saat masyarakat merasa ditinggalkan, mereka hadir sebagai perisai hukum. Penangkapan ini adalah sinyal kuat bahwa negara tidak tunduk kepada kekuasaan jalanan,” ujar Heru.

Heru juga menekankan bahwa tindakan hukum tidak boleh berhenti pada satu peristiwa. Ia menuntut adanya patroli aktif dan konsisten di titik-titik rawan, seperti simpang jalan, area parkir pusat perbelanjaan, dan ruang-ruang publik lain yang selama ini dijadikan ladang operasi kelompok MATEL.

Kita tidak sedang melawan individu, tapi sistem. Sebuah pola pikir yang menyimpang, yang menjadikan hukum sebagai alat pemerasan. Premanisme seperti ini tumbuh karena ada ruang kosong yang ditinggalkan negara. Dan ruang kosong itu harus ditutup secara permanen,” tegasnya.

MATEL bukan sekadar penagih utang liar. Mereka telah berubah menjadi entitas ilegal yang mencoba mendefinisikan hukum dengan cara mereka sendiri. Menghentikan kendaraan tanpa dasar hukum, mengintimidasi warga sipil, bahkan merampas kendaraan tanpa proses perdata, adalah tindakan yang melanggar hukum pidana.

Jika perilaku ini dibiarkan, maka negeri ini akan berubah menjadi ruang abu-abu tempat hukum bisa diperdagangkan, dan rasa aman masyarakat dikorbankan atas nama ‘urusan leasing’.

Oleh karena itu, langkah Polresta Tangerang bukan hanya sebuah penegakan hukum. Ini adalah pemulihan martabat publik. Ini adalah pengembalian kepercayaan masyarakat bahwa hukum masih bisa dan harus berpihak pada korban, bukan pada pelaku.

Heru mengingatkan, penegakan hukum tidak boleh bersifat reaktif atau musiman. Harus ada strategi berkelanjutan dan komitmen institusional untuk membasmi premanisme dari akar-akarnya.

Premanisme tidak akan tumbuh jika negara hadir secara utuh. Maka tugas kita jelas: hadir, berjaga, dan menindak tanpa ragu. Karena selama masih ada warga yang takut melintasi jalan karena ancaman penarikan paksa, maka pekerjaan kita belum selesai,” tambahnya.

Bagi para pelaku, pesan ini seharusnya telah cukup jelas: Negeri ini tidak dijalankan oleh logika kekuasaan liar. Ini adalah negara hukum.

Penangkapan para pelaku hari ini adalah langkah awal. Tapi perjuangan masih panjang. Negara tidak boleh mundur, masyarakat tidak boleh didiamkan, dan hukum tidak boleh dinegosiasikan.

Karena ketika hukum ditegakkan dengan keberanian dan konsistensi, yang menang bukanlah mereka yang paling keras, tapi mereka yang paling benar.

Reporter: S. Eman