KABARBAHRI.CO.ID | Kabupaten Tangerang — Penegakan hukum kembali dipermalukan di hadapan publik. Sekelompok mata elang (matel), yang sejatinya hanya bertugas mengawasi kendaraan bermasalah, justru bertindak bak aparat, menggiring, menyita, bahkan mengintimidasi di jalanan. Ironisnya, semua dilakukan tanpa dasar hukum yang sah. Jumat (12/9/2025)
Aksi mereka terhenti ketika Tim Reserse Mobile (Resmob) Polresta Tangerang yang tengah melakukan patroli mencium gelagat mencurigakan. Tanpa perlawanan berarti, para pelaku langsung digelandang ke Mapolresta. Momen penangkapan itu pun viral setelah diunggah akun Info Tangerang, memperlihatkan jelas bagaimana “jagoan-jagoan jalanan” mendadak ciut saat dibekuk aparat.
Namun, publik tak hanya ingin tontonan viral. Masyarakat menuntut keadilan nyata.
Menyikapi insiden tersebut, Yayasan perlindungan Konsumen YAPERMA Kota Tangerang melalui advokat seniornya, Andry Setiawan, S.H., langsung bereaksi keras.
“Jangan cuma ditangkap, lalu dilepas dengan dalih ‘sudah damai’. Negara ini punya hukum! Kalau terbukti melanggar, pidanakan! Jangan kasih panggung buat preman berkedok penagih utang!” tegas Andry kepada awak media.
Ia menyoroti bahwa para matel tersebut telah melakukan penarikan kendaraan secara paksa tanpa dasar hukum. Padahal, Mahkamah Konstitusi melalui Putusan No. 18/PUU-XVII/2019 sudah sangat jelas: eksekusi jaminan fidusia tidak bisa dilakukan sepihak oleh kreditur atau debt collector. Harus ada kesepakatan atau putusan pengadilan.
Sayangnya, yang terjadi justru sebaliknya. Jalanan dijadikan arena premanisme oleh oknum penagih utang yang beroperasi tanpa sertifikasi resmi, sebagaimana diwajibkan oleh OJK. Ini jelas pelanggaran, bukan hanya administratif, tapi juga kriminal.
Andry mengingatkan bahwa tindakan semena-mena para debt collector bisa dijerat dengan:
Pasal 368 KUHP: Perampasan
Pasal 335 KUHP: Pengancaman
Pasal 369 KUHP: Pemerasan
Dengan ancaman pidana hingga 9 tahun penjara.
Belum termasuk sanksi dari UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, dengan ancaman 5 tahun penjara atau denda maksimal Rp2 miliar.
“Jangan biarkan hukum dilecehkan oleh sekelompok orang yang merasa kebal hukum hanya karena bawa-bawa nama leasing! Jika Polresta Tangerang main aman, maka aparat ikut menari dalam irama premanisme,” kecam Andry.
Andry menegaskan, ini bukan soal satu dua individu, melainkan soal pembiaran sistemik terhadap pelanggaran hukum terang-terangan. Jika kasus ini diredam dengan alasan “sudah selesai kekeluargaan”, maka ini menjadi preseden busuk bagi penegakan hukum di Indonesia.
“Ini ujian nyata bagi Polresta Tangerang. Apakah tunduk pada hukum, atau tunduk pada tekanan leasing dan kepentingan ekonomi gelap?” pungkasnya.
Dengan mengusung semangat Presisi: Satya Haprabu — setia dan melayani rakyat, masyarakat kini menunggu ketegasan Polresta Tangerang. Apakah hukum akan menjadi panglima, atau justru jadi alat kompromi?
Negara tidak boleh kalah! Jangan biarkan preman berdasi berkeliaran merasa di atas hukum. Hentikan dalih kekeluargaan yang kerap jadi tameng pelanggaran. Ini saatnya hukum bicara lantang: “Tak ada ruang untuk premanisme, dalam bentuk apapun!”
Jangan diam. Jangan takut. Negara hadir untuk melindungi rakyatnya — asal rakyat berani bersuara!