KABARBAHRI.CO.ID | Kabupaten Tangerang — Di tengah tuntutan reformasi birokrasi dan transparansi publik, fungsi pengawasan di tubuh Pemerintah Kabupaten Tangerang justru menuai sorotan tajam. Suara keras datang dari Nurdin Ustawijaya, aktivis muda sekaligus Pimpinan Umum Media CDB TV, yang dengan tegas menyebut bahwa kredibilitas pengawasan pemerintah daerah kini berada di ujung tanduk.
Dalam pernyataannya kepada awak media pada Kamis (4/9/2025), Nurdin tidak segan menyebut bahwa fungsi pengawasan yang semestinya menjadi benteng terakhir kualitas pembangunan, kini telah berubah menjadi simbol kelemahan birokrasi yang kronis. Ia menilai, proyek-proyek yang semestinya dikerjakan dengan profesional justru terjerumus dalam praktik-praktik menyimpang yang menggerogoti kepercayaan publik.
“Pengawasan tidak bisa terus-menerus dijadikan formalitas belaka. Jika Bupati tetap membiarkan pembiaran sistemik ini, maka Kabupaten Tangerang hanya akan menjadi panggung sandiwara pembangunan,” tegas Nurdin dengan nada keras.
Nurdin membeberkan sejumlah indikasi pelanggaran yang seolah sudah menjadi bagian dari kultur kerja di lapangan, mulai dari praktik “pinjam bendera” (penggunaan perusahaan milik pihak lain), pengurangan volume pekerjaan, penggunaan material di bawah standar, hingga pengabaian terhadap sistem keselamatan dan kesehatan kerja (K3).
Tak hanya itu, praktik pengaburan informasi publik dan dugaan manipulasi administratif oleh oknum PPTK, PPKO, dan KPA pun disebutnya sebagai persoalan akut yang terstruktur namun terkesan sengaja diabaikan.
“Modus pinjam bendera bukan sekadar akal-akalan teknis. Ini adalah celah empuk bagi kolusi, korupsi, dan nepotisme. Dampaknya bukan hanya proyek gagal, tapi rusaknya fondasi integritas pemerintahan,” tegasnya.
Nurdin secara eksplisit mendesak Bupati Tangerang, Maesyal Rasyid, agar segera turun tangan melakukan evaluasi menyeluruh terhadap fungsi pengawasan di berbagai instansi krusial, seperti Dinas Pendidikan, Dinas Tata Ruang dan Bangunan (DTRB), serta perangkat kecamatan seperti Cisoka dan Kresek—wilayah yang disebutnya sarat dengan pembangunan berkualitas rendah.
“Ini bukan hanya kritik semata, tapi panggilan moral. Jika ingin melihat Tangerang bersinar, maka mulai dari dalam: benahi sistem, bersihkan birokrasi, dan perkuat pengawasan,” tandasnya lugas.
Kritik tajam terhadap lemahnya pengawasan ini tidak muncul dalam ruang hampa. Beberapa media daring juga telah menyoroti kualitas proyek pembangunan yang buruk dan menyisakan tanya besar soal kontrol pemerintah daerah atas anggaran rakyat.
Kini, tekanan publik semakin nyata. Masyarakat menuntut bukan lagi retorika manis atau klarifikasi penuh pembenaran, melainkan langkah konkret dan transparan dari Bupati dan seluruh jajarannya.
Pertanyaannya sederhana namun menohok: apakah Bupati akan memilih merawat kebobrokan, atau berani memutus mata rantai pembiaran dan memulai lembaran baru? (Red)