PEKALONGAN – Kabarbahri.co.id – Pemerintah Kabupaten Pekalongan memperkuat langkah mitigasi bencana memasuki puncak musim hujan. Sekretaris Daerah Kabupaten Pekalongan, M. Yulian Akbar, menegaskan bahwa kesiapsiagaan harus menjadi arus utama pembangunan, mengingat indeks risiko bencana di wilayah tersebut tergolong tinggi.
Akbar menjelaskan bahwa Pemkab bersama Mercy Corps Indonesia baru saja menggelar workshop kesiapsiagaan bencana dan adaptasi perubahan iklim, yang dihadiri seluruh perangkat daerah, TNI, Polri, serta narasumber dari BMKG Jawa Tengah dan Badan Geologi.
“Workshop ini penting sebagai forum koordinasi, karena kita sudah memasuki musim hujan dan Pekalongan punya risiko bencana yang relatif tinggi,” ujarnya, Kamis (4/12/2025)
Ia memaparkan, Kabupaten Pekalongan memiliki karakter geografis beragam yang masing-masing memiliki potensi bencana berbeda. Wilayah atas atau pegunungan rentan longsor dan puting beliung, wilayah tengah rawan banjir, sementara kawasan pesisir kerap terdampak banjir dan rob.
Akbar menambahkan, Memasuki Desember ini BMKG mencatat kenaikan curah hujan sekitar 20 persen pada November–Desember, dengan puncak hujan diperkirakan terjadi pada akhir Desember hingga Februari.
“Ini harus benar-benar diantisipasi, terutama untuk wilayah atas,” kata Akbar.
Dalam pertemuan terbaru, Pemkab turut mengundang desa, kecamatan, dan kelompok pegiat kebencanaan. Beberapa titik prioritas berada di Kecamatan Lebakbarang, Kandangserang, dan Petungkriyono, wilayah yang sebelumnya terdampak bencana tanah gerak pada 20 Januari 2025. Badan Geologi diminta melakukan analisis lanjutan untuk memetakan kerawanan tersebut.
Masukan penting juga datang dari wilayah pesisir, terutama Siwalan dan Tirto, yang dalam beberapa minggu terakhir mengalami limpasan tanggul. Akbar menegaskan bahwa penanganan pesisir membutuhkan koordinasi lintas pemerintah provinsi dan pusat.
Terkait laporan masyarakat mengenai Petungkriyono, Akbar membenarkan bahwa Badan Geologi telah menyampaikan pemetaan potensi gerakan tanah di Kabupaten Pekalongan. Kajian itu juga berkaitan dengan kejadian serupa di Banjarnegara.
“Kita harus mewaspadai tanda-tanda gerakan tanah, apalagi salah satu pemicunya adalah curah hujan yang mencapai puncak akhir Desember sampai Februari,” jelasnya.
Menurutnya, pemerintah harus fokus pada mitigasi gerakan tanah berbasis kajian ilmiah. Badan Geologi telah memberikan gambaran zonasi risiko tinggi dan risiko menengah yang perlu diperhatikan, termasuk rekomendasi untuk penyusunan revisi tata ruang agar sesuai dengan analisis kerentanan bencana dan adaptasi perubahan iklim.
Dari sisi meteorologi, BMKG juga menyoroti kecamatan-kecamatan dengan intensitas hujan paling tinggi.
“Menurut saya, dua kecamatan itu, Lebakbarang dan Petungkriyono, harus mendapat perhatian khusus,” kata Akbar.
Ia menegaskan bahwa mitigasi harus dilakukan secara kolaboratif oleh pemerintah dan masyarakat agar kesiapsiagaan benar-benar terbangun.
“Prinsipnya, semua elemen harus memperkuat mitigasi bencana,” tutur Akbar.
( ARI )
















