Kabupaten Tangerang – Bau menyengat dan suara mesin yang tak pernah berhenti di malam hari membuat warga Desa Sentul, Balaraja, resah. Keluhan demi keluhan sudah disampaikan sejak lama. Tapi, baru setelah videonya viral di media sosial, langkah tegas muncul: Bupati Tangerang menghentikan sementara aktivitas PT Sukses Logam Indonesia (PT SLI). Warga sekitar menyebut udara di kawasan itu kerap berbau seperti logam terbakar. Beberapa warga bahkan mengaku mengalami sesak napas dan batuk yang tak kunjung hilang. “Kami sudah lama protes, tapi selalu mental. Tidak ada hasil,” kata seorang warga yang enggan disebut namanya.
Keputusan penghentian sementara itu memang terlihat tegas, tetapi juga memunculkan tanda tanya besar: di mana fungsi pengawasan pemerintah sejak awal? Kenapa harus menunggu viral dulu baru bergerak? Apakah pemerintah benar-benar bekerja melindungi rakyat, atau hanya bergerak ketika sorotan publik menekan?
DLHK Kabupaten Tangerang menyebut sudah turun melakukan pemeriksaan. Kepala DLHK, Ujat Sudrajat, mengatakan uji teknis akan dilakukan 15–16 Oktober 2025. “Kami tindak lanjuti laporan warga,” ujarnya. Namun jawaban itu dianggap warga hanya formalitas. Sebab, keluhan mereka sudah berjalan lama, bukan baru kemarin.
Dugaan pencemaran udara dan kebisingan ini bukan masalah sepele. Jika benar melibatkan limbah B3, dampaknya bukan hanya gangguan napas, tapi juga ancaman kesehatan jangka panjang, pencemaran air tanah, hingga rusaknya ekosistem. Bila dibiarkan, ini bisa jadi bencana lingkungan buatan manusia.
PT SLI tidak tinggal diam. Lewat sejumlah media nasional, perusahaan ini membantah semua tuduhan. “Kami sudah punya sertifikat operasi, izin lingkungan lengkap, dan sudah diperiksa Gakkum KLHK,” kata Juru Bicara PT SLI, Adrian Pratama, Selasa (14/10/2025). Menurutnya, perusahaan bekerja sesuai aturan negara.
Ia bahkan menegaskan berbagai instansi sudah mengecek operasional PT SLI. “DLHK, Satpol PP, Kepolisian, Babinsa, Koramil, semua sudah datang memeriksa,” katanya lagi. Tapi pernyataan itu justru memunculkan pertanyaan lain: kalau semua sudah diperiksa, kenapa warga tetap mengeluh polusi setiap hari?
Adrian mengaku PT SLI siap buka dokumen, siap dialog dengan warga, bahkan siap beri kompensasi jika memang terbukti ada dampak. Klaim itu terdengar manis, tapi publik menunggu bukti nyata, bukan sekadar konferensi pers.
Situasi makin ramai setelah banyak pihak turun memberi pandangan. Pemerhati hukum dan sosial, Zarkasih, S.H, pengurus Law Firm Heffi Sanjaya & Partners sekaligus Ketua DPD YLPK PERARI Banten, menilai dugaan pencemaran lingkungan ini harus diproses serius secara hukum. “Kalau ada pelanggaran lingkungan, itu bukan masalah biasa. Ada ancaman pidana dalam UU Lingkungan Hidup Nomor 32 Tahun 2009. Jangan sampai hukum hanya tajam ke rakyat kecil, tapi tumpul ke korporasi,” tegasnya.
Menurut Zarkasih, pemerintah daerah dan DLHK tidak boleh hanya berhenti pada pemeriksaan biasa. Jika ditemukan unsur kesengajaan atau kelalaian yang merugikan rakyat, maka penyidik Gakkum KLHK dan aparat penegak hukum wajib turun. “Ini bukan sekadar persoalan izin, ini soal keselamatan warga dan hak atas lingkungan hidup yang sehat,” ujarnya.
Sementara itu, aktivis senior Solihin, yang juga Wakil Ketua DPD YLPK PERARI Banten, bicara lebih pedas. Ia menilai kasus ini menunjukkan lemahnya kontrol sosial dan lemahnya nyali pejabat. “Kalau warga sudah bertahun-tahun mengeluh tapi pemerintah nggak bergerak, itu bukan sekadar lalai, itu pembiaran. Jangan sampai ini permainan yang ujungnya dagang izin dan dagang rasa aman,” tegasnya.
Solihin juga menilai ada kejanggalan jika izin lengkap tapi dampak lingkungan tetap dirasakan warga. “Kalau izinnya lengkap dan sesuai prosedur, lingkungan seharusnya aman. Kalau kenyataannya tidak aman, berarti ada kemungkinan data manipulatif atau pengawasan longgar. Ini harus dibongkar,” ucapnya.
Dari sisi moral dan agama, Ustaz Ahmad Rustam, aktivis kerohanian dan sosial, mengingatkan bahwa pencemaran lingkungan juga dosa sosial. “Dalam Islam, merusak lingkungan itu perbuatan zalim. Kalau benar ada perusahaan yang mengambil untung dengan mengorbankan kesehatan masyarakat, itu zalim dan akan dimintai pertanggungjawaban bukan hanya di dunia, tapi juga di akhirat,” katanya.
Ustaz Rustam menegaskan semua pihak, baik perusahaan maupun pemerintah, punya tanggung jawab moral kepada rakyat. “Pemimpin yang diam melihat rakyatnya sengsara karena polusi, itu bukan pemimpin. Itu penonton penderitaan.”
Publik kini menunggu hasil pemeriksaan DLHK dan sikap tegas Bupati Tangerang. Kasus ini menguji keberanian pemerintah dalam menegakkan keadilan lingkungan. Hasil akhirnya akan menentukan: rakyat yang dimenangkan, atau kepentingan perusahaan yang tetap berjaya.
Sementara udara di Balaraja masih kotor dan bising, warga masih menunggu keadilan. Dan seperti biasa, kebenaran masih harus diperjuangkan bukan ditunggu.
















