KABARBAHRI.CO.ID | Jakarta — Dalam suasana yang sarat keprihatinan moral dan kebangsaan, pakar hukum tata negara sekaligus ekonom senior, Prof. DR. KH. Sutan Nasomal, SH, MH, kembali menggemakan suara nurani rakyat dalam sebuah pernyataan yang menggugah, terkait krisis multidimensi yang ditimbulkan oleh maraknya praktik korupsi di tubuh birokrasi dan lembaga negara.
Berbicara dalam forum nasional bersama tokoh media dan akademisi, Prof. Nasomal menyatakan dengan lantang bahwa Presiden Republik Indonesia, Jenderal H. Prabowo Subianto, harus mengambil sikap kenegarawanan yang kokoh, tegas, dan tanpa kompromi dalam pemberantasan korupsi.
“Negara ini tidak boleh dibiarkan bertekuk lutut di hadapan para koruptor elit yang menyaru sebagai negarawan. Sudah cukup rakyat dicekik oleh kerakusan oknum yang memperdagangkan jabatan, mempermainkan hukum, dan menjadikan institusi negara sebagai alat memperkaya diri,” seru Prof. Nasomal dalam pernyataannya, Rabu (24/9/2025).
Menurutnya, korupsi telah menjelma menjadi kejahatan terorganisir yang melibatkan kolaborasi antara elite politik, birokrasi, dan segelintir pemilik modal. Ia menegaskan, hukum tidak boleh menjadi alat pembenar bagi ketidakadilan, melainkan harus menjadi pedang keadilan yang menyayat tanpa tebang pilih.
“Presiden wajib menunjukkan bahwa tidak ada satu pun individu—baik menteri, jenderal, pimpinan lembaga, ataupun kroni partai, yang kebal terhadap hukum. Bongkar semua jaringan. Sita harta hasil kejahatan. Hukum mereka seberat-beratnya, tanpa belas kasihan,” tegasnya.
Lebih jauh, Prof. Nasomal menyoroti lemahnya daya gigit lembaga penegak hukum dalam menghadapi kasus-kasus korupsi kelas kakap. Ia menyebutkan bahwa banyak aparat penegak hukum justru terjebak dalam jebakan transaksional, sehingga keadilan dijadikan komoditas yang diperdagangkan.
“Kita menyaksikan dengan getir bagaimana hukum seolah hanya menjadi panglima bagi rakyat kecil, namun tumpul saat berhadapan dengan elite berkepentingan. Ini adalah bentuk pengkhianatan terhadap konstitusi dan pengingkaran terhadap amanat reformasi,” ujarnya.
Ia juga menyerukan agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) direvitalisasi secara total dan dibebaskan dari segala bentuk intervensi politik. Bahkan, menurutnya, dibutuhkan satuan tugas nasional independen yang khusus menangani kasus korupsi lintas sektor, termasuk kejahatan pencucian uang dan manipulasi proyek negara.
“Korupsi hari ini bukan lagi soal amplop di bawah meja. Ini tentang jaringan sistemik yang mengatur distribusi proyek, pembagian jatah, bahkan intervensi dalam proses hukum. Bila tidak dipangkas hingga ke akar-akarnya, maka negara akan terus kehilangan integritasnya di mata rakyat,” ungkap Prof. Nasomal.
Dalam bagian akhir pernyataannya, Prof. Nasomal mengangkat realitas pahit yang dirasakan mayoritas rakyat Indonesia—yakni krisis ekonomi yang terus melilit akibat sistem pemerintahan yang disusupi mentalitas koruptif.
“Lebih dari 70% rakyat kita hidup dalam lilitan kesulitan ekonomi. Mereka bekerja keras, membayar pajak, bahkan berkorban demi negara. Namun apa balasannya? Uang mereka dijarah, program mereka dikorupsi, dan suara mereka dibungkam oleh propaganda elite,” tutur beliau.
Ia pun mengajak seluruh elemen bangsa, khususnya generasi muda, media, dan organisasi masyarakat sipil, untuk tidak diam. Menurutnya, perubahan tidak akan datang dari atas, melainkan harus diperjuangkan bersama oleh rakyat yang sadar, kritis, dan berani menyuarakan kebenaran.
“Bila Presiden tidak berani menindak tegas koruptor di lingkar kekuasaan, maka sejarah akan mencatat bahwa keadilan dikubur hidup-hidup oleh penguasa. Tetapi bila beliau berani, maka Indonesia akan memasuki babak baru: Indonesia yang bersih, berdaulat, dan bermartabat,” pungkas Prof. DR. KH. Sutan Nasomal, SH, MH.
Narasumber:
Prof. DR. KH. Sutan Nasomal, SH, MH
Pakar Hukum Tata Negara & Ekonom Senior Nasional